Di waktu kemarau berharap bunga mekar, tumbuhan menghijau, jalanan basah, mendung membalut langit dan bumi pun teduh selalu. Itu adalah harapan yang tak akan mungkin terjadi. Pengantin baru berharap malam panjang, tak menginginkan datangnya pagi, itu pun harapan yang hanya sebatas harapan. “Pungguk merindukan bulan”, begitu kata pepatah untuk orang yang mengangankan sesuatu yang mustahil.

“Gantungkan cita-citamu setinggi langit,” begitu kata Bung Karno. Ada juga yang mengatakan, “Kenyataan hari ini adalah mimpi kita kemaren.” Tak salah memang kalau kita bercita-cita setinggi langit sekalipun. Mempunyai harapan besar, tidak ada yang melarang. Siapa yang menduga seorang Hasan Al-Banna, yang guru SD itu, berhasil menghimpun barisan, menyusun kekuatan, mengorganisir banyak orang dan mendoktrin mereka untuk berada dalam suatu perkumpulan besar yang menjadikan mereka seperti negara di dalam negara. Sehingga akhirnya Raja Farouq harus menyingkirkannya dengan membunuhnya.

Tapi setelah kematian Hasan Al-Banna, jamaah yang telah didirikannya tidaklah serta merta bubar. Malah semakin menjadi besar, militan, padu dan rapi. Bahkan Ikhwanul Muslimin (setidaknya pemikirannya), saat ini sudah ada di hampir seluruh negara. (Saya tidak mengatakan seluruh negara. Karena saya tidak tahu pasti. Mohon koreksi dari teman-teman yang mengetahui) Tapi yang pasti, bahwa Ikhwan sekarang sudah ada di seluruh benua. Hasan Al-Banna tetap hidup beserta pemikiran, cita-cita dan harapannya.

Orang-orang Quraisy di Mekkah 1400 tahunan yang lalu, tak seorangpun diantara mereka yang menduga bahwa seorang anak yatim piatu, penggembala kambing, dan terakhir adalah sales, bisa jadi pemimpin besar, yang berhasil menaklukkan raja-raja dan kaisar. Namanya pun kemudian dipuja puji di setiap tempat, di setiap waktu, di setiap keadaan. Sekian banyak buku ditulis untuk menceritakan kehebatannya. Pengikutnya pun sampai saat ini adalah satu milyar dari total lima milyar penduduk bumi.

Iyaa, Rasulullah Muhammad saw, Sang Nabi akhir zaman itu telah menjungkir balikkan logika masyarakatnya. Mungkin anda mengatakan, itu kan nabi, memang sudah dipilih Allah. Semua urusannya telah diatur oleh Allah. Bahkan berbagai kemenangannya dalam berbagai laga yang tak seimbang, pun sudah direncanakan oleh Allah. Tapi bukan itu yang kita bicarakan sekarang. Tapi coba tengok bagaimana beliau Rasulullah saw sangat gigih memperjuangkan visi (risalah)nya. Coba dengar apa yang dikatakannya kepada Abu Thalib, ketika pamannya tersebut menyampaikan keinginan para pemuka Quraisy yang akan memberinya apa saja, asalkan beliau bersedia menghentikan dakwahnya. “Kalau seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, sekali-kali aku tidak akan menghentikan dakwah ini, sampai Allah memenangkannya, atau aku mati di dalamnya.”

Sebagai rasul Allah yang telah dijanjikan kemenangan, junjungan kita Nabi Muahmmad saw tidak lantas santai-santai saja, banyak beristirahat, dan pasrah berdoa berharap menang. Tapi beliau terus berjuang dengan segala yang ada pada beliau, harta, jiwa dan dukungan seluruh sahabat dan kerabat setianya. Beliau ikut terjun dalam kancah peperangan, sampai nyaris terbunuh. Beliau terluka, berdarah dan tanggal gigi beliau. Beliau ikut bekerja, beliau terus tanpa henti mengajak manusia ke jalan Allah.

Dengan segala dinamikanya, cita-cita beliau untuk menjadikan semua manusia beriman, tak pernah kendor walau sesaat pun. Posisi beliau sebagai utusan Allah, nabi Allah, memang sudah dijamin oleh Allah untuk akhirnya berhasil menyampaikan risalahnya yang telah menjadi citanya selama 23 tahun. Tapi yang pasti, bahwa risalah itu beliau emban dengan penuh kesungguhan dan perjuangan yang gigih. Itu adalah syarat kemenangan yang tetap harus beliau penuhi sebelum Allah memberikan janji kemenangan itu.

Nah Sodara, Allah memang tidak pernah kesulitan untuk memenuhi apa yang menjadi keinginan kita. Allah mudah saja untuk mewujudkan cita-cita kita. Tapi Allah tetap tidak mengenyampingkan syarat kesungguhan dan kerja keras yang berkesinanbungan (istiqamah) yang harus kita penuhi sebelum Allah mengabulkan segala cita dan asa kita. Tak ada yang mustahil untuk terjadi. Tak ada cita-cita tinggi yang tak bisa diraih. Tapi dengan SYARAT…!

Wallahu A’lam.

Leave a Reply

Leave a Comment